Cinta Beracun: Mengurai Kekerasan dalam Pacaran dan Menggapai Perlindungan Hukum
Kekerasan dalam pacaran, sebuah fenomena yang sering tersembunyi di balik tabir "cinta" atau "cemburu", nyatanya adalah masalah serius yang merusak fisik dan mental korban. Bukan sekadar pukulan fisik, kekerasan ini bisa berupa ancaman, penghinaan verbal, kontrol berlebihan, pemaksaan hubungan seksual, hingga eksploitasi finansial. Dampaknya mendalam: trauma, depresi, kecemasan, hingga hilangnya kepercayaan diri.
Payung Hukum bagi Korban
Meskipun belum ada undang-undang spesifik yang mengatur kekerasan dalam pacaran secara eksplisit seperti UU PKDRT untuk rumah tangga, korban tetap memiliki payung hukum. Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat menjadi dasar tuntutan, seperti:
- Penganiayaan (Pasal 351 KUHP): Untuk kekerasan fisik.
- Perbuatan Tidak Menyenangkan (Pasal 335 KUHP): Untuk ancaman atau paksaan.
- Pencemaran Nama Baik/Fitnah (Pasal 310/311 KUHP): Untuk kekerasan verbal atau penyebaran aib.
- Kekerasan Seksual: Berbagai pasal terkait pemaksaan atau pelecehan seksual.
Selain itu, Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014) dapat diterapkan jika korban berusia di bawah 18 tahun.
Langkah Menggapai Perlindungan
Korban kekerasan dalam pacaran tidak sendirian dan berhak mendapatkan keadilan. Berikut langkah yang bisa diambil:
- Melapor ke Unit PPA: Segera datangi Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kantor polisi terdekat. Mereka terlatih untuk menangani kasus sensitif seperti ini.
- Kumpulkan Bukti: Sekuat mungkin kumpulkan bukti: hasil visum et repertum (penting untuk kekerasan fisik), tangkapan layar percakapan ancaman, rekaman suara, foto luka, atau kesaksian saksi.
- Cari Bantuan Hukum: Manfaatkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau organisasi non-pemerintah (NGO) yang fokus pada isu kekerasan. Mereka dapat memberikan pendampingan hukum gratis atau berbiaya rendah.
- Dukungan Psikologis: Carilah psikolog atau konselor. Pemulihan trauma adalah bagian krusial dari proses ini.
Mengakhiri siklus kekerasan bukanlah tanda kelemahan, melainkan keberanian. Tidak ada cinta yang layak dibayar dengan penderitaan. Dengan kesadaran dan dukungan hukum yang ada, korban bisa bangkit dan mendapatkan keadilan yang layak mereka terima.