Ketika Endemi Menjadi Normal Baru: Beban Psikologis yang Tak Kunjung Usai?
Pandemi COVID-19 memang telah bertransisi menjadi endemi di banyak wilayah. Pergeseran ini, alih-alih membawa kelegaan total, justru memunculkan tantangan psikologis baru yang berbeda namun persisten bagi publik. Endemi berarti virus tetap ada, tetapi dengan tingkat penularan dan dampak yang lebih terkontrol, mengubah ancaman akut menjadi kehadiran kronis.
Dari Krisis Akut ke Kelelahan Kronis
Jika fase pandemi ditandai oleh kecemasan akut, ketakutan mendalam, dan respons krisis yang intens, fase endemi membawa beban psikologis yang lebih bersifat kronis dan samar. Ancaman tidak lagi terasa mendadak atau sporadis, melainkan menjadi bagian dari latar belakang kehidupan sehari-hari. Ini memicu beberapa efek psikologis kunci:
-
Kelelahan Mental (Pandemic Fatigue Berlanjut): Masyarakat cenderung mengalami ‘kelelahan pandemi’ yang berkelanjutan. Kewaspadaan yang konstan, meskipun dengan intensitas lebih rendah, dapat menguras energi mental dan emosional, menyebabkan kelelahan, demotivasi, dan bahkan sinisme terhadap langkah-langkah kesehatan.
-
Kecemasan Ambigu dan Kronis: Ketidakpastian bukan lagi soal ‘kapan berakhir’, melainkan ‘bagaimana hidup berdampingan’. Ini memicu kecemasan ambigu tentang risiko jangka panjang, dampak pada rencana masa depan (pendidikan, karir, keluarga), dan batasan interaksi sosial yang aman. Ada pertanyaan konstan tentang "normal baru" dan apa artinya bagi individu.
-
Perasaan Kehilangan yang Berlanjut: Bagi banyak individu, endemi berarti hilangnya ‘normalitas’ yang dulu dikenal secara permanen. Proses berduka atas kehilangan ini, baik itu kebebasan, interaksi sosial spontan, atau bahkan orang terkasih, dapat berlanjut tanpa resolusi yang jelas, menyebabkan kesedihan yang berkepanjangan atau depresi.
-
Perubahan Perilaku dan Interaksi Sosial: Pola interaksi sosial yang berubah, keengganan untuk bersosialisasi, atau bahkan rasa canggung dalam pertemuan tatap muka, dapat menjadi residu psikologis endemi. Ini berpotensi memperburuk perasaan isolasi dan kesepian bagi sebagian orang.
-
Stigma dan Tekanan Sosial: Meskipun tidak seintensif pandemi awal, kekhawatiran akan stigma jika terinfeksi atau tekanan untuk tetap ‘produktif’ di tengah ancaman kesehatan yang terus ada, dapat menambah beban psikologis.
Kesimpulan
Endemi mungkin telah mengubah wajah krisis, namun tidak menghilangkan dampaknya pada jiwa. Memahami dan mengakui beban psikologis yang bersifat kronis ini adalah langkah pertama untuk membangun resiliensi individu dan masyarakat. Dukungan kesehatan mental, komunikasi yang jelas, serta strategi adaptasi jangka panjang sangat krusial agar publik dapat menghadapi ‘normal baru’ ini dengan lebih tangguh dan berdaya.