Full Day School: Pedang Bermata Dua bagi Kualitas Pendidikan
Kebijakan Full Day School (FDS) diperkenalkan dengan niat mulia: meningkatkan kualitas pendidikan, mendalami materi pelajaran, dan membentuk karakter siswa secara holistik melalui waktu belajar yang lebih panjang. Harapannya, siswa memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan bakat, minat, dan keterampilan sosial di bawah bimbingan guru.
Pada satu sisi, FDS memang memungkinkan pendalaman kurikulum, pengawasan yang lebih intensif, serta integrasi kegiatan ekstrakurikuler yang beragam. Ini berpotensi mengurangi ketergantungan pada bimbingan belajar di luar sekolah dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih terstruktur dan aman bagi anak-anak yang orang tuanya bekerja.
Namun, implementasi FDS juga membawa tantangan signifikan. Potensi kelelahan fisik dan mental pada siswa adalah kekhawatiran utama, yang dapat berujung pada menurunnya konsentrasi, motivasi belajar, bahkan stres. Waktu interaksi siswa dengan keluarga dan kesempatan untuk mengembangkan minat di luar lingkungan sekolah juga bisa berkurang drastis.
Dari sisi guru, beban kerja yang meningkat menuntut adaptasi dan persiapan materi yang lebih komprehensif. Kesiapan infrastruktur sekolah, seperti ruang kelas yang nyaman, fasilitas olahraga, hingga ketersediaan kantin yang memadai, menjadi krusial agar FDS tidak sekadar menambah jam pelajaran, melainkan benar-benar meningkatkan kualitas pengalaman belajar. Tanpa perencanaan dan dukungan yang matang, FDS justru berisiko membebani semua pihak dan menurunkan esensi kebahagiaan dalam belajar.
Oleh karena itu, dampak FDS terhadap kualitas pendidikan ibarat pedang bermata dua. Keberhasilannya sangat bergantung pada implementasi yang adaptif, desain kurikulum yang menarik, perhatian terhadap kesejahteraan siswa dan guru, serta ketersediaan fasilitas yang memadai. Jika tidak, tujuan mulia peningkatan kualitas pendidikan bisa berubah menjadi beban yang kontraproduktif.