Analisis Hukum terhadap Pelaku Penipuan Modus Penggalangan Dana

Donasi Palsu, Jerat Hukum Nyata: Analisis Modus Penipuan Penggalangan Dana

Penggalangan dana merupakan wujud nyata solidaritas sosial dan kepedulian antar sesama, seringkali menjadi harapan bagi mereka yang membutuhkan. Namun, celah kemanusiaan ini tak jarang dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan pribadi melalui modus penipuan. Mereka bersembunyi di balik narasi-narasi pilu atau bencana, menguras empati publik demi memperkaya diri.

Modus Operandi dan Jerat Hukumnya

Modus penipuan penggalangan dana fiktif umumnya melibatkan penciptaan narasi palsu mengenai korban sakit parah, bencana alam, atau panti asuhan fiktif. Pelaku sering menggunakan media sosial atau platform daring lainnya untuk menyebarkan cerita yang menyentuh hati, lengkap dengan foto atau video manipulatif, untuk menggerakkan donatur agar mentransfer dana.

Secara hukum, tindakan ini masuk kategori tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Unsur pokoknya adalah adanya tipu muslihat atau serangkaian kebohongan untuk menggerakkan orang lain menyerahkan sesuatu (uang atau barang), yang berujung pada keuntungan bagi pelaku dan kerugian bagi korban. Pelaku dapat diancam pidana penjara paling lama empat tahun.

Selain itu, jika penipuan dilakukan melalui platform digital atau media sosial, pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya terkait penyebaran berita bohong atau informasi menyesatkan yang menimbulkan kerugian konsumen atau publik. Pasal-pasal relevan seperti Pasal 28 ayat (1) atau Pasal 35 jo. Pasal 51 ayat (1) UU ITE dapat dikenakan, dengan ancaman pidana yang lebih berat.

Dampak dan Pentingnya Penegakan Hukum

Selain kerugian material bagi korban donatur, penipuan modus ini juga merusak kepercayaan publik terhadap gerakan sosial yang tulus. Masyarakat menjadi ragu untuk berdonasi, bahkan kepada lembaga atau individu yang benar-benar membutuhkan, karena trauma dan kekecewaan.

Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas mutlak diperlukan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku. Aparat penegak hukum harus proaktif dalam mengusut kasus-kasus ini, sementara masyarakat dituntut kewaspadaan tinggi untuk selalu memverifikasi validitas setiap penggalangan dana sebelum memberikan sumbangan. Melindungi empati publik dari penipuan adalah tanggung jawab kita bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *