Berita Kriminal: Ketika Sorotan Media Menjadi Pisau Bermata Dua
Media massa memiliki peran sentral dalam membentuk opini publik, terutama dalam pemberitaan kasus kriminal. Di satu sisi, media berfungsi sebagai mata dan telinga publik, menyajikan informasi penting, meningkatkan kesadaran akan kejahatan, serta mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak transparan dan akuntabel. Pemberitaan yang cepat dan luas dapat membantu identifikasi pelaku, pencarian korban, atau bahkan mencegah kejahatan serupa di kemudian hari.
Namun, sisi gelapnya tak kalah menonjol. Kecenderungan untuk sensasionalisme seringkali mendominasi, mengorbankan akurasi demi rating atau tiras. Hal ini memicu ‘pengadilan oleh media’ (trial by media), di mana publik cenderung menarik kesimpulan dan menghakimi pelaku (bahkan korban) sebelum proses hukum tuntas, berpotensi merusak asas praduga tak bersalah. Privasi korban dan keluarga sering terabaikan, sementara detail investigasi yang seharusnya rahasia bisa terungkap, berpotensi menghambat jalannya penyelidikan.
Dampak lainnya adalah penyebaran ketakutan berlebihan (fear mongering) dan stigmatisasi terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan liputan yang bias. Citra masyarakat bisa terdistorsi, menimbulkan persepsi bahwa kejahatan lebih merajalela dari kenyataan, atau justru mengabaikan akar masalah sosial yang lebih dalam.
Oleh karena itu, penting bagi media untuk mengedepankan etika jurnalistik, akurasi, dan tanggung jawab sosial dalam setiap pemberitaan kasus kriminal. Sementara itu, bagi masyarakat, sikap kritis dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi sensasional adalah kunci untuk memahami kasus kriminal secara utuh dan tidak terjebak dalam opini yang bias.